Rabu, 28 Maret 2012

Tugas Khusus 2

Nama: Rully Andre
NPM: 29210077
Kelas: 2EB18
Keterlibatan Nunun Nurbaeti Dalam Kasus Cek Pelawat
Nunun Nurbaetie Daradjatun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Dalam kasus ini, Nunun mendapat Rp1 miliar.

"Ibu (Nunun) juga mendapat uang Rp1 miliar. Tapi kan Ibu bukan penyelenggara negara," kata Adang Daradjatun dalam jumpa pers, Senin 12 Desember 2011.

Namun, dia menyerahkan hal ini kepada proses hukum, terutama proses persidangan. Dia berharap kasus ini bisa terbuka tidak hanya sampai pada istrinya. Sebab, kata dia, motivator aliran dana ini pun harus dicari, yakni dia yang diuntungkan dari pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. "Motivatornya kenapa tidak disamakan saja semua jadi tersangka?" kata dia.
Dalam beberapa sidang terdakwa penerima cek pelawat, Nunun merupakan saksi kunci. Nunun diduga menebar 480 cek pelawat senilai Rp24 miliar kepada 26 anggota Komisi IX Bidang Keuangan DPR periode 1999-2004. 26 mantan anggota DPR itu berasal dari tiga fraksi, yakni Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi PPP.
Sebelum 26 mantan anggota Dewan itu, empat mantan anggota DPR lainnya sudah divonis dengan hukuman beragam. Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod, Udju Juhaeri, dan Endin AJ Soefihara divonis antara satu hingga 2,5 tahun penjara.

Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa uang yang diterima politisi PDIP, Dudhie Makmun Murod, berasal dari Komisaris PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaetie. Atas tuduhan itu, Nunun dijerat dengan pasal penyuapan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie cs berasal dari Nunun melalui mantan stafnya Ahmad Hakim Safari atau Arie Malangjudo. Majelis hakim juga menilai, cek perjalanan yang diterima Hamka Yandhu cs berasal dari Nunun Nurbaeti Daradjatun. Pernyataan majelis hakim tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus ini. Dudhie sendiri akhirnya divonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Penyelesaian:
Dalam Kasus ini Tersangka mendapatkan suap dari tersangka lainnya dalam rangka pemilihan dirinya pada Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, untuk hal suap menyuap penyelesaiannya dapat menggunakan beberapa cara, seperti misalnya diberikan hadiah bagi siapapun yang bisa membongkar kasus suap jika ada kejadian kasus suap tersebut dalam suatu pemilihan pejabat, atau diberlakukan hukuman mati bagi siapapun yang melakukan permainan curang dalam pemilihan pejabat dan dalam hal ini hukuman mati langsung dijatuhkan disaat tersangka sudah terbukti dan tanpa menunggu banyak hal tidak berguna karena untuk kasus besar para tersangkanya sering berpura-pura sakit agar hukuman dan persidangan dapat ditunda-tunda

Tugas Khusus 1

Nama: Rully Andre
NPM: 29210077
Kelas: 2EB18
Korupsi Wisma Atlit
Pada 21 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan olah Raga Wafid Muharam, pejabat perusahaan rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo Rosalina Manulang karena diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap menyuap. Penyidik KPK menemukan 3 lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih sebesar Rp3,2 milyar di lokasi penangkapan. Keesokan harinya, ketiga orang tersebut dijadikan tersangka tindak pidana korupsi suap menyuap terkait dengan pembangunan wisma atlet untuk SEA GAMES ke 26 di Palembang, Sumatera Selatan. Mohammad El Idris mengaku sebagai manajer pemasaran PT Duta Graha Indah, perusahaan yang menjalankan proyek pembangunan wisma atlet tersebut, dan juru bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa cek yang diterima Wafid Muharam tersebut merupakan uang balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender proyek itu.
Pada 27 April 2011, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada wartawan bahwa Mindo Rosalina Manulang adalah staf Muhammad Nazaruddin.Nazaruddin menyangkal pernyataan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Rosalina maupun Wafid. Namun, pernyataan Boyamin tersebut sesuai dengan keterangan Rosalina sendiri kepada penyidik KPK pada hari yang sama dan keterangan kuasa hukum Rosalina, Kamaruddin Simanjuntak, kepada wartawan keesokan harinya. Kepada penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun 2010 ia diminta Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT DGI dengan Wafid, dan bahwa PT DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15 persen dari nilai proyek, dua persen untuk Wafid dan 13 persen untuk Nazaruddin. Akan tetapi, Rosalina lalu mengganti pengacaranya menjadi Djufri Taufik dan membantah bahwa Nazaruddin adalah atasannya.Ia bahkan kemudian menyatakan bahwa Kamaruddin, mantan pengacaranya, berniat menghancurkan Partai Demokrat sehingga merekayasa keterangan sebelumnya, dan pada 12 Mei Rosalina resmi mengubah keterangannya mengenai keterlibatan Nazaruddin dalam berita acara pemeriksaannyaNamun demikian, Wafid menyatakan bahwa ia pernah bertemu beberapa kali dengan Nazaruddin setelah dikenalkan kepadanya oleh Rosalina.
Penyelesaian:
Dalam hal ini dapat kita lihat banyaknya kejanggalan yang seharusnya dapat terlihat dengan jelas, dari awal PT. DGI melakukan suap dalam rangka memenangkan tender untuk pembuatan wisma atlit, dimana yang disuap adalah staff dari seorang pejabat, dan tetapi pada saat dimintai keterangan, si penerima suap selalu berdalih dan terlihat mengganti-ganti keterangan yang diberikan.
untuk kasus korupsi dan suap sebenarnya ada cara sederhana untuk memecahkannya, yaitu dengan cara berkomunikasi dan tidak terlalu berbelit-belit dalam birokrasi, komunikasi disini dimaksudkan adalah dimana si pengucur dana/pemberi tender senantiasa berkomunikasi dengan seluruh peserta tender dan dalam komunikasi tersebut tidak dibuat birokrasi yang berbelit dan merepotkan, korupsi sebenarnya terjadi karena adanya celah dimana suatu pekerjaan yang melibatkan banyak pihak tetapi kurang dalam melakukan koordinasi dan komunikasi antara satu bagian dengan bagian lainnya